Semua orang pasti
pernah merasakan yang namanya cinta monyet. Cinta-cintaan yang biasa dialami
ketika kita SD, atau bahkan SMP. Percintaan yang gak dijalani dengan serius, yang biasanya akhir
dari itu semua dibarengi dengan kelulusan dari salah satunya, atau keduanya.
Gue juga pernah merasakan apa itu yang namanya cinta monyet.
Waktu itu gue masih kelas tiga SD, anak kecil yang berbadan
gendut, kulit gosong ala anak sd yang sehabis pulang sekolah main bola di
lapangan. Kalo ingat diri gue dulu, mungkin gue terlihat seperti kudanil baru
akil baligh.
Semester pertama dimulai...
Dikelas tiga ini gue duduk dengan teman gue yang bernama Shafa, si
cewek yang berbadan gendut. Tepat disamping gue dan Shafa, ada dua teman gue
lainnya yaitu Rahman dan Maharani. Gue akrab banget dengan Rahman, teman gue
yang berbadan kurus dan pendek ini mempunyai satu kelebihan yang gak bisa
dimiliki oleh orang lain. Dia bisa mematikan satu ekor gajah dewasa hanya
dengan bau kakinya. Maharani ? Dia itu pendiam, cantik dan polos. Dia juga
mempunyai satu kekurangan yaitu tidak bisa mengobrol dengan kata “gue atau lo”,
mulut nya seperti gak bisa untuk mengucap dua kata itu dan dia bisa dibilang murid
yang paling irit bicara di kelas.
Awal-awal semester pertama gue belum begitu kenal dengan Maharani,
jadi kalau ngobrol paling sama Rahman aja, itu juga sambil menahan bau kaki nya
yang perlahan-lahan menggerogoti paru-paru gue.
Saat itu ada tugas kelompok, dan kami berempat sekelompok untuk
mengerjakan tugas tersebut. Sampai saat itu pun gue belum pernah ngobrol dengan
Maharani, jangankan ngobrol, saling sapa aja belum pernah. Gue masih ingat,
waktu itu hari senin sehabis upacara. Saat masuk kelas, gak sengaja gue liat
Maharani melepas topinya. Jujur ! Rambutnya indah banget, gue jadi berasa liat
model iklan sampo di dalam kelas. Mungkin karena rambut indahnya itu yang
membuat gue jadi suka dengan dia.
Lanjut ke hari dimana kami berempat mengerjakan tugas tersebut,
kami duduk saling berhadapan, dimana disamping gue ada Rahman dan di depan gue
ada Shafa, sedangkan Maharani duduk di depan Rahman dan disampingnya Shafa.
Disaat mengerjakan tugasnya pun cuma Maharani yang paling irit bicara dibanding
gue, Rahman dan Shafa.
Maka dari itu gue sengaja menyembunyikan pulpen gue, biar ada
bahan bicara untuk ngobrol dengan dia, gue bilang "Ran, lo ada pulpen gak
?", Maharani belum jawab, Shafa langsung memotong "Lo bukannya tadi
ada pulpen An ?", "Ya emang, tapi gak tau kemana, kayaknya hilang
deh" kata gue. Maharani membuka isi tempat pensil nya, dan gak
lama dia bilang "Aku gak ada An, bentar deh, aku tanyain dulu ke Liza,
kali aja dia ada pulpen lagi"
Seperti bocah SD pada umumnya, kalau liat cewek yang dia suka
bertingkah baik seperti itu, bakal ada rasa geer dan merasa kalau dia juga suka
sama gue. Akhirnya Maharani kembali ke tempat dimana kami berempat mengerjakan
tugas tersebut, sambil membawa pulpen yang ia pinjam dari Liza untuk gue
"Nih An" "Makasih ya Ran" jawab gue.
Akhirnya kami mengerjakan tugas tersebut sampai selesai, masih
sama dengan sebelumnya, Maharani paling irit dalam bicara.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan,
dan Rahman sudah membunuh satu ekor gajah dengan bau kaos kakinya, tapi gue
tetap suka dengan Maharani. Bahkan sampai kami naik ke kelas empat pun, gue
masih suka dengan Maharani.
Tahun ajaran baru dimulai, kami semua naik ke kelas empat. Hari
pertama masuk, gue duduk dengan Rahman plus bau kakinya yang sekarang jadi lebih
mirip ketek supir metro yang seharian mencari sesuap nasi untuk keluarganya.
Setelah liburan dua minggu, gue kangen banget dengan rambut indah
dan suara lembutnya Maharani, tapi gak kangen dengan bau kaki nya Rahman. Gue
percaya, mungkin kalo Rahman di ajak ke Taman Safari, dia bisa memusnahkan
semua hewan-hewan disana.
Hari kedua dikelas empat, gak disangka ternyata gue duduk dengan
Maharani selama satu semester ke depan, yang menentukan duduknya itu guru loh,
bukan gue sendiri. Rasa senang pasti gue rasakan, orang yang selama satu tahun
kemarin gue suka, ternyata sekarang gue berada di sampingnya setiap belajar.
Karena rasa senangnya itu gue benar-benar jadi betah di sekolah.
Waktu itu gue masuk pukul 09.30 pagi, yang biasanya gue berangkat dari rumah
sekitar pukul 09.00, setelah gue tau duduk bersebelahan dengan dia, pukul 08.00
pagi pun gue sudah mau berangkat kesekolah, bahkan setiap gue mau berangkat
pukul segitu, nyokap selalu bilang "masih lama, teman-teman kamu juga pada
belum datang" karena nyokap selalu menahan gue, akhirnya gue berangkat
kesekolah pukul 08.30. Yaaa memang gitu, kalau anak bocah udah mulai ada rasa
suka sama teman sekolah nya.
Tapi gak semua nya itu indah, kadang bete juga kalau gue udah
datang pagi-pagi ke sekolah, dan ternyata tau kalau Maharani gak masuk. Bahkan
dia pernah izin sekitar dua minggu lebih karena dia sakit demam berdarah waktu
itu, suasana kelas yang biasanya bikin gue nyaman, sempat hilang selama dia
sakit.
Entah mungkin karena nyokap dia gak bertingkah seperti nyokap gue,
yang setiap hari selalu menaruh soffel di sela-sela uang jajan sekolah.
Bahkan karena nyokap gue sangat aktif disekolah gue waktu itu, kalau dia lupa
menaruh soffel di sela-sela uang jajan gue, tiba-tiba aja dia
masuk ke kelas dan langsung melumuri gue dengan obat nyamuk itu. Sungguh anak
kelas 4 SD yang cupu.
Okee, kenapa jadi ngomongin nyokap gue ? Fokusss
Kelas empat semester pertama bisa dibilang masa-masa terindah gue
selama menimba ilmu di sekolah dasar. Di semester pertama ini gue jadi makin
akrab dengan Maharani, bahkan sampai gue tidak melihat sifat asli nya dia yang
pendiam, dia berubah seratus delapan puluh derajat menjadi orang yang cerewet
dan mengasyikan.
Enam bulan berjalan, gue yakin di semester dua nanti gue gak
sebangku lagi dengan Maharani, tapi gapapa, yang penting gue udah akrab dengan
dia dan kedepannya nanti juga bisa ngobrol bareng lagi, semoga aja sifat
cerewet nya ke gue gak hilang sampai kedepannya.
Lanjut ke liburan semester, liburan selama dua minggu ini
benar-benar membuat gue kangen dengan Maharani, yang kemarin-kemarin selalu
mengobrol dan bercanda bareng, sekarang itu semua harus hilang selama dua
minggu selama liburan. Karena rasa kangennya itu gue benar-benar ingin
cepat-cepat untuk masuk sekolah.
Dua minggu berlalu...
Hari pertama masuk sekolah di semester kedua, masih sama dengan
semester pertama, di hari pertama ini gue masih sebangku dengan Maharani. Di
pagi itu semenjak gak bertemu selama liburan, gue langsung menyapa nya.
"Dua minggu lo liburan kemana aja Ran ?" sapa gue memulai
obrolan.
"Yaaa biasa An, gak jauh jalan-jalan bareng keluarga, ngumpul-ngumpul,
yaa begitulah, kalau kamu ?" kata Maharani
"Dirumah aja Ran, sekalian putihin kulit" kata gue.
"Lahh.. ngapain aja dirumah ?" tanya Maharani dengan
muka heran.
"Berendam di pemutih" jawab gue dengan muka serius.
".........." Maharani terdiam.
"Hehehehe... bercanda kok, sama liburannya kayak lo, ngumpul
bareng keluarga, jalan-jalan bareng keluarga, yaa begituu" jawab gue
sembari tertawa dibarengi dengan hidung yang memekar lebar.
"Kirain beneran An hahaha" kata Maharani sambil tertawa.
"Yakali beneran, bisa berubah jadi kudanil albino gue
hahaha" kata gue.
Tidak lama sehabis gue dan dia mengobrol, bel pertanda masuk pun
berbunyi, tidak lama guru pun masuk kelas, benar seperti perkiraan gue
sebelumnya, tepat dihari itu juga gue udah gak sebangku lagi dengan Maharani,
gue bertukar tempat dengan teman gue yang bernama Rizky, yang sebelumnya duduk
disamping gue dan Maharani, yang berarti tempat duduk gue masih tetap dekat
dengan Maharani, cuma hanya sekarang berbatasan kurang lebih satu meter.
Hari berganti hari, Maharani masih sama seperti sebelumnya, dia
masih super duper cerewet ke gue. Bahkan bisa dibilang dia lebih akrab sama gue
dibanding dengan Rizky.
Dikelas empat SD ini. banyak banget teman-teman gue yang udah
mulai suka-sukaan sama teman lainnya, bahkan sampai ada yang udah pacaran,
mungkin karena disekitar gue banyak yang sudah berpacaran, maka di kelas empat
semester dua ini gue memutuskan untuk menyatakan suka ke Maharani. Walaupun gue
gak tau kalau misalkan diterima gue mau ngapain selama pacaran. Anak kelas
empat SD kalau pacaran gak mungkin ngajakin nonton bareng ke mall, boro-boro
ngajak nonton di mall, gue beli teh
sistri di kantin aja masih
ngutang.
Dengan kebodohan gue, akhirnya gue pun menyatakan suka ke dia.
Waktu gue kelas empat SD belum ada yang namanya nunjukin perasaan lewat Line
atau BBM, banter-banter SMS, itu juga kalo punya HP, kalau gak punya ya pasti
ngirim surat, dan itu yang gue lakuin. Gue masih ingat di kertas itu,
tulisannya begini.
Kertas itu gue lipat, dan didepannya gue tulis begini.
“Surat dari Farand untuk Maharani”
Memang terdengar sangat jijik.
Kertasnya sudah gue pegang, tetapi gue gak punya keberanian untuk
kasih ke dia, kertas terus gue pegang sampai bel istirahat berbunyi. Disaat
istirahat, gue pun ikut bermain dengan teman-teman gue yang lainnya di dalam
kelas, tanpa gue sadari kertas yang akan gue kasih ke Maharani itu lepas dari
genggaman, dan kertas itu ditemukan oleh teman gue bernama Firdhan. Dia
mengambil kertas itu dan langsung membaca nya dengan keras "SURAT DARI
FARAND UNTUK MAHARANI" mendengar Firdhan membaca tulisan itu suasana kelas
menjadi ramai, abis gue diledekin. Maka dari itu gue buru-buru mengambil
kertasnya dan langsung kasih ke Maharani.
Jawaban Maharani ? Intinya gue ditolak.
Semenjak kejadian itu, sifat dia ke gue berubah total, dia menjadi
super duper jutek. Bahkan pernah dalam satu momen, dimana dia berjalan di depan
gue dan gue mengikutinya dari belakang, secara tiba-tiba dia mengahadap gue dan
bilang dengan suara marah dan muka cemberut "DIAM APA!". Sontak gue
kaget, mata gue melotot, hidung gue terbuka lebar, serta cairan dari dalam
hidung sedikit keluar, dan gue juga merasakan gue pipis sedikit di celana.
Sampai lulus, sifat dia ke gue tidak berubah, masih tetap jutek
semenjak kejadian itu, dan akhirnya gue berpisah dengannya, dia memilih untuk
SMP di salah satu sekolah di Cibubur sedangkan gue memilih SMP yang jaraknya
gak jauh beda dengan SD gue dulu.
Tiga tahun di SMP gue lalui tanpa sedikit kontak dengan dia. Gue
gak tau dia masuk SMA mana, gue juga gak tau dimana dia, entah kabar dia gimana
sekarang.
Selama tiga tahun lebih kita berdua lost contact. Sampai pada akhirnya waktu itu 25
Desember 2015, dimana hari itu hari ulang tahun dia, gue berusaha mencari
sosial media nya, dan akhirnya gue menemukan akun twitter nya. Tidak lama setelah gue meng-follow twitternya, dia langsung meng-follback gue. Disaat itu juga gue mengirim
pesan untuk mengucapkan selamat ulang tahun ke dia.
“Happy birthday Ran, wish you all the best yah. Jadi makin tua ya
sekarang haha.. Masih ingat sama gue kan?”
Pesan itu gue kirim di siang hari, sekitar pukul dua siang. Nunggu
jawaban dari Maharani itu lama banget, sekitar pukul sebelas malam dia baru
jawab ucapan ultah dari gue.
“Amiin.. Makasih yah An. Masih inget dong, Farand yang gendut itu
kan ? hehe. Maaf yah baru bales, tadi dirumah ada sodara kecil, jadi keasyikan
bercanda sama dia, sampai-sampai gak sempat buka HP” kata Maharani
Setelah mengucapkan ulang tahun itu, gue kembali ada kontak dengan
dia, saling tanya kabar, saling cerita tentang sekolah, saling cerita tentang
gebetan, tapi.. kalau dia udah bukan cerita tentang gebetannya lagi, tapi curhat
ke gue tentang pacarnya di SMA. Pacarnya bernama Nathan, cowok blasteran
Manado-Australia, berbeda jauh dengan gue yang blasteran Sunda-Betawi, atau
lebih tepatnya Cianjur-Cawang.
Orang yang gue suka dari dulu kini cuma menjadikan gue sebagai tempat
curhatnya, apalagi yang dia curhatin itu tentang pacar nya di sekolah. Gue berasa
di ‘DOOORRRR’. Setelah menunggu hampir tiga tahun lebih, ternyata ini yang gue
dapat. Tetapi gue mencoba bersikap dewasa, ya mungkin ini patah hati terhebat
yang pernah gue alamin. Tapi gak apa-apa gue cuma dijadikan tempat curhatnya,
yang lebih penting dia udah gak jutek lagi kayak dulu.
Saking sering nya curhat, gue hampir tau semua apa yang terjadi
dalam hubungannya, mulai dari si Nathan yang suka berubah sifat tiba-tiba, si
Nathan yang katanya super duper posesif, bahkan sampai Maharani pernah bilang
kalau dia itu udah sayang banget sama Nathan, makannya walaupun udah disakitin
berkali-kali, dia lebih pilih sabar ketimbang harus ucap kata ‘putus’.
Akhirnya di liburan semester satu kelas sepuluh. Maharani bilang
ke gue kalau dia sekarang lagi bete banget, karena ditinggal Nathan yang lebih
pilih liburan di Australia bareng keluarga dari bokap nya.
Sampai akhirnya dia ngajakin gue untuk ketemuan di restoran yang
terletak di salah satu mall di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Dia janji
akan tiba pukul tiga sore, tetapi karena gue gak mau buat dia nunggu, akhirnya
gue berusaha untuk tiba lebih awal. Akhirnya gue sampai di restoran tempat
ketemuan, gue duduk, dan langsung memesan Caramel
Blend. Sampai pesanan gue
datang pun Maharani belum datang juga, padahal waktu menunjukan pukul tiga
lewat.
Kebetulan restoran yang gue dan Maharani pilih itu gak jauh dari
pintu masuk mall. Akhirnya sekitar pukul setengah empat kurang gue melihat
Maharani dari kejauhan. Dia
datang memakai kemeja lengan panjang berwarna putih dengan celana jeans panjang
berwarna hitam dan sepatu adidas berwarna hitam serta rambut yang jauh lebih
indah dari masa SD. Cantiknya dia itu berkali-kali lipat dari apa yang gue lihat
dulu.
"Sorry ya Rand, aku telat hehe." kata Maharani
"Iya gapapa ko, kayaknya untuk ngomong pake kata "gue
atau lo" itu masih susah yah buat lo haha" jawab gue.
"Hmm udah kebiasaan dari dulu kali Rand" jawab Maharani
sambil menaruh tas nya.
“Hahaha iyadeh, ini kita ketemuan, Nathan marah gak?” kata gue.
Entah semenjak gue tanya seperti itu, Maharani diam seribu kata,
mukanya berubah menjadi murung. Melihat reaksi Maharani seperti itu, gue merasa
gak enak, akhirnya gue meminta maaf.
“Kenapa Ran ? Sorry yah” kata gue
“Hmmm… Gak apa-apa kok An, Nathan juga udah bahagia sama pacar
barunya” kata Maharani.
Dengar jawaban Maharani, perasaan gue campur aduk, gue senang
karena dia udah putus sama Nathan, yang artinya sekarang gue gak perlu lagi
dengerin curhatan tentang Nathan, tapi gue juga sedih, sedih lihat Maharani
yang sekarang harus berusaha terima kalau orang yang dia sayang bahagia sama
orang lain.
“Tunggu deh, kok bisa?” kata gue
“Ya sekarang apa yang gak bisa An. Jadi gini, sekitar dua minggu
yang lalu, Nathan bilang kalo dia bakal liburan di Australia, bareng keluarga
dari bokap nya." kata Maharani.
“Terus?” kata gue dengan muka penasaran.
“Emang sih liburan, tapi seminggu kemarin secara tiba-tiba aja dia
mutusin aku, dan kemarin aku liat di Instagram nya dia udah punya yang baru dan
ceweknya itu orang Australia" kata Maharani.
“Secepat itu?” kata gue.
“Yaaa mungkin sebelumnya emang udah saling kenal kali, Nathan
emang sering banget liburan ke Australia, mungkin udah lama berhubungan tapi di
rahasiain aja. Berasa di 'DOOORRR' langsung ke hati tau An" kata Maharani
dengan muka lesu.
"Hmm.. iyasih" kata gue.
"Ganti topik aja deh yah" kata Maharani.
Akhinya Maharani memanggil pelayan untuk memesan satu gelas Avocado Mocha.
Sekitar dua jam kita berdua mengobrol, selama mengobrol gue
mencoba membuat Maharani lupa masalah itu, yaa walaupun susah buat hilangin
muka lesu nya yang berusaha dia tutupin dengan senyum kecil di wajahnya, Sampai
akhirnya gue bilang.
“Pulang aja deh yuk, kayaknya lo harus istirahat deh” kata gue
“Iyadeh An” kata Maharani sembari membuka HP untuk meminta jemput
ayahnya.
Akhirnya sekitar pukul enam sore, kami memutuskan untuk pulang,
sebelum pulang gue meminta bill kepada pelayan restoran dan
membayarnya. Sore menjelang malam itu Maharani pulang dijemput dengan Ayahnya
sedangkan gue pulang dengan menaiki taksi.
“Nanti kalau udah sampe rumah kabarin ya An” kata Maharani
“Iya, lo juga ya” kata gue.
Setiba nya dirumah, gue langsung menepati janji untuk member kabar
ke Maharani.
“Gue udah sampe Ran” kata gue.
“Alhamdulillah, aku juga udah. An, malam ini aku mau masuk goa
dulu yah”kata Maharani
“Iya Ran, istirahat deh” kata gue.
Yang dimaksud ‘masuk goa’ itu, jadi Maharani ingin sendiri dulu,
gak mau ngobrol dengan siapa-siapa, dan biasanya HP nya dimatiin agar gak ada
yang ganggu dia selama dia istirahat. Malam itu benar, semua social media nya gak ada yang aktif satu
pun, keesokan hari nya pun dia baru ngabarin gue lagi.
Beberapa bulan berlalu, kita berdua masih sering chat, masih sama dengan sebelum-sebelumnya,
gak ada yang berkurang sedikit pun keakraban diantara kita berdua. Gue yakin
Maharani pasti udah bisa move on dari
Nathan, gue percaya selama berbulan-bulan gue pasti sukses untuk membantu dia
lupain Nathan, tanpa ada maksud agar dia berpaling ke gue.
Akhirnya sampai di liburan kenaikan kelas, Maharani meminta untuk
ketemuan lagi ditempat yang sama dan jam yang sama terakhir kali kita berdua
ketemuan. Gak perlu pikir panjang gue langsung meng-iyakan ajakan dari dia.
Sama seperti sebelumnya, gue berusaha untuk tiba lebih awal
dibanding Maharani. Akhirnya gue tiba ditempat sekitar pukul 3, gak lama
kemudian Maharani datang, masih sama dengan sebelumnya, Maharani tetap cantik
seperti apa yang pernah gue lihat. Dia berjalan dengan melewati dua kursi di
sebelah meja, dan dia bilang.
“Udah mirip iklan WRP belum An?” kata Maharani sambil tertawa.
“Receh abis lo” kata gue.
“Hehe, yaudah yuk pesan minuman” kata Maharani
Tidak lama kemudian pesanan kami datang. Siang itu kami berdua
ngobrolin tentang kabar-kabar teman-teman SD dulu, flashback ke zaman SD, ngomongin hal-hal
yang gak penting, dan juga ngeledekin orang-orang yang ada di restoran itu.
“Lo lihat gak orang yang botak plontos dan bewokan itu ?” kata
gue.
“Iya lihat kenapa?” kata Maharani
“Itu rambutnya botak bukan karena di cukur tau” kata gue.
“Terus?” kata Maharani
“Sebenarnya rambutnya panjang, tapi tumbuh nya kedalam sampai
tembus ke dagu, makannya jadi bewok” kata gue sambil tertawa.
“Jahat ihh haha” kata Maharani sembari mencubit lengan gue.
Saat itu gue benar-benar melihat Maharani yang beda, hari itu dia
penuh tawa, seakan gak pernah ada kisah Nathan dalam dirinya. Sampai akhirnya
jam ditangan gue menunjukan pukul setengah enam sore.
“Udah jam segini, kayaknya gue harus balik deh” kata gue
“Iya aku juga balik deh” kata Maharani
Gue memanggil pelayan restoran untuk meminta bill, disaat gue mengambil dompet dari saku celana, Maharani
langsung menahannya, dan dia bilang.
“Sekarang aku yang bayar yah An, waktu itu kan udah kamu, gantian
dong” kata Maharani
“Iyadehh” kata gue.
Akhirnya Maharani membayarnya. Sambil menunggu kembalian dari
pelayan, gue basa-basi untuk menanyakan tentang Nathan.
“Jadi lo sekarang udah lupain Nathan yah” kata gue
“Ya mau gimana lagi, emang harus An, walapun sampai sekarang masih
belum bisa lupain semuanya. Kalau di pikir-pikir ternyata lebih sakit buat
lupain ya An, dibanding waktu dia bilang “putus””
“Ya iyasih, buat lupainnya kan butuh proses, dan prosesnya itu
capek, tapi menurut gue apa yang lo laluin ini memang dilaluin sama semua orang
normal sih, lo lihat semua orang disini kan?” kata gue sambil menunjuk
orang-orang di restoran.
“Iya lihat” kata Maharani.
“Semua orang disini pasti pernah ngerasain patah hati dengan
caranya masing-masing” kata gue.
“Tapi gatau kenapa secapek ini yah ngelupainnya, kadang kalau
ingat Nathan, jadi males ngapa-ngapain gitu” kata Maharani.
“Yah move on lah, lo gak
bakal jadi diri lo sendiri kalau lo belum bisa lupain masalah ini, lo bakal
tetap jadi orang yang cuma menghabiskan waktu lo untuk galau-galau gak jelas cuma
karena satu patah hati kampret yang pernah lo rasain” kata gue
"Iya An, andai aku punya alat Doraemon yang bisa cabut peluru
yang masih nempel ini yah" Maharani menggoyangkan tangannya seolah-seolah
dia sedang mencabut peluru di hatinya, mencoba membuang sebuah kenangan lama
pergi menjauh.
Cocok udah bikin buku
BalasHapusHadah hadaah
Hapus